Sabtu, 30 Agustus 2008

Marhaban Ya Ramadhan

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA BAGI PENGUNJUNG LAPU KOPI YANG MENUNAIKAN

Rabu, 20 Agustus 2008

Sepatu Baru Ayahku

1
dalam kardus di kamarku
kusimpan sepasang sepatu milik ayahku;
juga bersama langkahnya yang kutahu.
karena sepatu itu lebih dulu bisa melangkah ketimbang aku.
kini setelah sepatu itu cocok di kakiku,
dia jadi milikku.
sebenarnya ayahku tidak tahu, ketika aku
mengambil sepatu kesayangannya itu.
lagi pula dia sudah tak peduli kurasa,
karena ayahku sudah membeli sepatu baru.
2
ayahku merasa tambah gagah dengan sepatunya yang baru.
walaupun yang aku tahu, sepatu yang baru itu
sering membuat langkah ayahku wagu.
tapi ayahku tetap saja memakainya.
ah, paling buat gagah-gagahan saja, pikirku.
atau janganjangan, ayahku memang gegabah
ketika membeli sepatu baru itu.
O, kasihan sekali ayahku, makin tersiksa
karena sepatunya yang baru.
tapi akupun sudah tak mau tahu dengan sepatu baru itu,
juga dengan langkah ayahku.

Maret 2007.

Karena Apa Tuan Pergi?

karena apa tuan pergi?
dan sampai kini tuan tak pernah kembali.
ada rumah yang masih terbengkalai
harus di selesaikan, tuan.
rumah kupukupu yang dulu kita tanami bermacam bunga,
namun tuan tak sempat memagarinya.

karena apa tuan pergi?
dan sampai kini tuan enggan untuk kembali.
ada tubuh yang mulai luruh,
jatuh berguguran. bagai hujan yang bunuh diri
di atap rumah tanpa loteng itu.
seorang perempuan
yang duduk di depan jedela tanpa pintu.
haruskah terbunuh waktu?

Maret 2007.

Rawamangun di Sebuah Halte

kau kembangkan payung agar tak basah tubuh kita
tapi di dadaku air sudah menggenang
(ada hujan yang turun dengan tak wajar di halte itu)
sementara orang-orang berdesakan makin sesak
mencoba berlindung dari hujan
kau mengajakku menghindar
di bawah payung yang kau kembangkan
“bolehkah kupeluk erat” katamu
“silahkan” jawabku!
kaupun tersipu malu, seolah puluhan pasang mata
orang-orang di halte itu tertuju padamu
“terlambat” gumamku
metromini sudah datang
kau pun menghilang

09032007.

Monolog Pertemuan

tarianmu memang belum usai kubaca
sejak kau menghilang dari pentas gersang tengah padang
namun kini kau tibatiba muncul kembali disini
mencoba menyirami rumput kering di tanah kering
ah, semua sudah sia sia, sayang
(takkan cukup dengan segala mendung yang menggantung di matamu)
di padang gersang itu, di bawah sebatang pohon
yang sepertinya cukup rindang buat kita berteduh
kita duduk terdiam, saling pandang
dan sesekali kau lemparkan jua senyum
dari bibir merah kecoklatan itu
(seandainya bisa kuajak kau lari melintasi terik matahari
melawan segala ketidakwajaran
seperti angin yang menculik debu dari tanah)
kau tetap saja masih diam
wajahmu galau dan lengang
sambil kau remas jarimanismu
yang terikat itu

TIM 12032007.

Pepatah Ibu

gajahmati meninggalkan gading
harimaumati meniggalkan belang
manusiamati meninggalkan nama
namun ketika ayah pergi, dia hanya meninggalkan tongkat.
lalu Ibu bilang;
“aku tak butuh tongkat ayahmu, suruh saja dia menceraikanku.”
sejak saat itu, ayah tak lakilaki dimataku!

2007.

Sitti Nurbaya

di trotoar itu aku tunggu kedatanganmu. siti nurbaya,
yang telah lama tak kujumpa.
lenggangmu tak berubah kulihat, masih membayang
gelagat rindu di wajahmu,
bersama langkah dan jejak yang kau pahat.
juga, bibir merah kecoklatan.
(sepasang merpati hinggap di jalanan,
mati dilindas keangkuhan jaman)
kita hidup kembali sayang,
hari ini, reinkarnasi.
lupakan pembunuhan rindu di telpon itu.
ketika kau nyatakan padaku, seseorang telah
memintamu. anaknya teman baik bapakmu.
ah, sudahlah. jangan berduka.
karena hari ini bukan pesta kematian.
genggamlah tanganku, yang erat.
sebelum kau terbangun dari mimpi hari ini
atau tidak samasekali.


Jkt 13032007.

Kepada Perempuan Entah Siapa

malam di bawah sinar bulan wajahmu basah
suara-suara yang lahir dari bibirmu
menggangu ritual sunyi di tubuhku
kau harus tahu
bahwa aku tak bisa menciptakan firdaus di dadamu.
atau sungai-sungai yang mengalir
selain di tubuh itu airmata atau keringat.
lantas kau hujat diri atas nama dosa.
“tuhan tak mau menerimaku,
tubuh kotor yang selalu melahirkan
dosa” katamu!
(seolah kau telah menyetubuhi tuhan
berkali-kali dan
membunuh-nya dengan tanganmu sendiri)

Jogja, 2007.

Kepada Ra

malam menancapkan matanya yang tajam
ke dadaku
mata hitam yang tersembunyi di bawah alis hitam tebal

tak seorangpun tahu tentang peristiwa besar itu
kecuali aku dan tuhan-ku

ketika tatapan basahnya yang sadis
namun lembut telah menyayat-nyayat ini tubuh

kubiarkan luka ini jadi rahasia, jadi abadi bersama namamu
yang kutulis dalam coretan-coretan sajak

: ra

Jogja, 2007.

Jogja Musim Ini

tak putusputus kulihat garis nasibmu
belum lagi kering bekas luka
sudah datang lagi petaka
masih hangat di kepalaku;
ketika tubuhmu batuk darah
ketika bumimu terbelah
apakah berjuta do’a tak sampaisampai kelangit
hingga tumpah lagi bencana ke tanah

Jogja, 2007.